Kang Aje Mandek Gitaran

Kang Aje Mandek Gitaran
"Kenapa kita harus saling mendo'akan?" seperti biasa, Kang Aje memulai percakapan ketika bolo-bolonya diam. Lelaki yang pernah mempunyai hobi main gitar namun mandek seketika setelah kepergok oleh salah satu kiai yang dihormatinya.

Satu waktu pada saat main gitar di pinggir pertigaan jalan bersama teman kampung sekitar tempat dia mondok, dengan nada lirih singkat kiai tersebut berkata "Je, sekali lagi aku melihat kamu gitaran, tak potong tanganmu." Aje hanya diam tertunduk, dalam hatinya berkata sekaligus menjawab "enjih Pak, pangapunten", Pak Kiai meneruskan jalan, Kang Aje meneruskan gitar-gitaran, namun kali ini yang main gitar adalah temannya sedangkan dia mengambil bagian menyanyi dan tangannya sambil memukul pelan-pelan ceret amoh sebagai pelengkap akustikan malam itu.

Mereka masih sibuk dengan diamnya masing-masing. Tapi, setidaknya, Topa dan Adit terpancing."Karena hubungan manusia tak mungkin bisa diselesaikan dengan saling membayar duit", Topa lirih menjawab.

"Wah, berat."
"Betul!" Adit si penggemar Siti Nur Haliza itu menyahut. Lanjutnya, "Kalau kita membayar tukang becak, bayaran itu sebenarnya cuma untuk mengganti waktu, pikiran dan tenaganya. Ketulusannya ya akan terbayar."

"Siapa bilang tukang becak itu tulus?" Kang Aje kembali menyahut percakapan yang sedikit mulai panas sepanas kepala kang Aje yang mikir utang kopi di warung mbok Siti belakang pondok.

"Betul. Bagi dia kan yang penting kerja mencari uang. Dia tidak tulus padaku. Apakah setelah aku naik becaknya nanti aku dapat jodoh atau tidak, dia enggak punya urusan" Kang Aje menyudahi kalimatnya yang sidikit berbau curhat sambil menyedot rokok pemberian dari Mbak pondok putri atas dibuatkannya materi teks pidato bahasa arab untuk acara muwadda'ah akhir sanah.

Henpon Kang Aje berdering, dilihatya sms masuk dari nomor Pak Kiai, "Je, saya tunggu di rumah, sekarang."

Dengan sedikit gusar, Kang Aje pun membalas "'Alaikumussalam Wr. Wb. Pak, enjih", hatinya mulai dag-dig-dug tidak karuan, segera dia pamit dari majelis njagong dan menyetater motor menuju rumah Pak Kiai. Akustikan ala kadarnya pun bubar dan meneruskan kegiatan masing-masing.


Kirim Komentar